Fikri Amri | 19 Nov 2019

Life at Alterra (Academy)

“Fik, lo tahu ga kenapa gue ngajak lo ngobrol sekarang?”

Bang Mael bertanya dengan suara yang dalam.

“Tahu, Bang. Nilai live code gue jelek, kan?” jawabku.

Bang Mael melanjutkan, “Iya. Lo tahu, kan, apa artinya kalau nilai live code berikutnya enggak masuk?”

“Iya, Bang. Gue bakal dieliminasi dari Alta,” jawabku setengah putus asa.

 

Percakapan tersebut terjadi sekitar 4 bulan yang lalu di awal aku mengikuti Alterra Academy. Percakapan yang masih kuingat sampai sekarang dan kuanggap sebagai salah satu bagian dari life changing experience yang aku alami di Alterra Academy.

Oh iya, sebelum aku lanjutkan, perkenalan diri dulu, ya. Namaku Fikri Amri, dari Bandung. Aku lulus dari jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan Universitas Pajajaran. Di tulisan ini aku akan menjelaskan bagaimana aku yang lulusan ekonomi ini bisa memulai karir di bidang Software Engineer.

Pada awalnya, tidak pernah terbersit sedikit pun pikiran bahwa aku akan menekuni bidang yang kujalani saat ini. Proses penemuan jati diriku tidak mudah. Dimulai dengan terpaksa masuk jurusan IPA di SMA karena katanya jurusan tersebut lebih baik dari jurusan lainnya. Tapi, aku malah tersasar masuk jurusan ekonomi saat kuliah, jurusan yang notabene-nya jurusan IPS. Setelah lulus kuliah bukannya bekerja di perusahaan yang lebih berkaitan dengan ilmu yang aku pelajari saat kuliah, aku malah menjadi guru di sebuah sekolah swasta di Bandung.

Setelah hampir dua tahun mengajar, aku merasa bahwa menjadi guru juga bukan profesi terbaik untukku. Aku mulai mencari pekerjaan lain yang mungkin cocok untukku. Sambil masih mengajar di tahun terakhirku menjadi guru, aku bergabung dengan sebuah perusahaan rintisan yang bergerak di bidang digital marketing. Di perusahaan tersebut aku bekerja di bagian sales jasa digital marketing. Sebuah peralihan yang tidak mudah bagiku, karena dua hal: pertama aku belum pernah menjadi marketing sebelumnya dan yang kedua aku baru mengetahui bagaimana digital marketing dijalankan di perusahaan tersebut. Hampir dua tahun aku bekerja di perusahaan tersebut. Saat bekerja di perusahaan itulah aku mulai memunculkan ketertarikan di bidang IT.

Pada awalnya, aku terpikir untuk mempelajari teknologi di bidang data, karena pengolahan data masih terkait dengan ilmu ekonomi yang aku pelajari saat kuliah dulu. Aku mengambil course yang berkaitan dengan data science di Udemy, meskipun sampai sekarang belum selesai karena durasi pembelajarannya sangat panjang. Di saat baru mempelajari data science, seorang temanku memberikan informasi mengenai coding bootcamp yang sedang melakukan rekrutmen.

Seperti kita tahu, kebanyakan dari coding bootcamp yang ada di tanah air mematok biaya yang tinggi untuk bisa mengikutinya. Karena itulah pada awalnya aku tidak terlalu menanggapi informasi yang diberikan oleh temanku itu. Tapi ketertarikanku mulai muncul saat temanku memberitahu bahwa untuk mengikuti coding bootcamp tersebut aku tidak perlu mengeluarkan uang sedikit pun. Bahkan katanya, aku akan mendapatkan uang saku jika resmi terdaftar sebagai peserta bootcamp. Mulailah aku mencari informasi mengenai coding bootcamp yang belakangan kuketahui namanya Alterra Academy (selanjutnya disebut Alta).

Pada saat aku mencari informasi mengenai Alta, ternyata Alterra¾perusahaan yang membuat Alta¾akan memberikan presentasi di Job Fair ITB. Dari presentasi yang dilakukan oleh Mbak Puspa pada saat itu, aku tahu bahwa alasan di balik diadakannya Alta adalah perwujudan keinginan Alterra dalam berkontribusi pada masyarakat Indonesia.

Mbak Puspa menjelaskan kondisi dunia startup teknologi yang kesulitan mencari tech talent karena lulusan dari universitas yang tidak bisa memenuhi kebutuhan perusahaan startup teknologi di Indonesia. Karena alasan itulah Alterra membuat Alta yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhan tech talent Indonesia sambil memberikan kesempatan untuk orang-orang yang ingin memulai karir menjadi Software Engineer.

Alterra percaya bahwa siapa pun bisa menjadi tech talent tanpa memandang dari apa jurusan yang diambil saat kuliah. Dengan keyakinan tersebut Alta membuat seleksi masuk yang cukup unik. Seleksi tersebut hanya memiliki dua tahap, yaitu tes mengerjakan soal logika matematika secara online, lalu jika lulus tes online bisa melanjutkan ke tahap wawancara. Singkat cerita aku bisa lulus kedua tahap tes tersebut dengan usaha, doa, dan dukungan dari keluarga dan teman.

 

Berangkat ke Malang

(Foto: Dok. Pexels)

Aku lahir dan besar di Bandung, bahkan kuliah pun di Bandung. Jadi saat aku tahu bahwa aku perlu berangkat ke Malang untuk mengikuti Alta, perasaanku begitu campur aduk. Ada rasa senang karena akhirnya bisa merasakan rasanya merantau. Selama ini aku memang sering penasaran apa yang teman-temanku yang berasal dari luar Bandung rasakan saat mereka merantau kuliah. Di sisi lain, aku merasa sedih karena harus meninggalkan istri dan anakku di Bandung.

Oh iya, aku belum menceritakan statusku ya. Aku memang sudah menikah dengan anak satu yang belum genap berumur satu tahun. Aku sepakat dengan istriku untuk tidak membawanya dan anakku ke Malang agar aku bisa lebih fokus belajar di bootcamp. Lagipula, istriku masih memiliki tanggung jawab bekerja sebagai dokter di klinik dekat rumah.

Tanggal 27 Juni 2019 ialah tanggal keberangkatanku ke Malang. Aku dibantu penuh oleh Mas Yovan yang memastikan semua kebutuhan peserta Alta terpenuhi. Tiket pesawat sudah dipesankan. Sesampainya di Malang pun au dan peserta Alta lainnya langsung diarahkan ke penginapan yang sudah disiapkan untuk beristirahat sampai hari pembukaan.

Tanggal 1 Juli 2019, Alta Batch 3 secara resmi dibuka oleh Mas Ananto selaku CEO Alterra. Di dalam sambutannya, Mas Ananto menjelaskan tentang tujuan awal Alta yang ditujukan sebagai sarana Alterra “Give back to society”. Dalam kesempatan itu pula para peserta mengajukan beberapa pertanyaan untuk mengenal lebih jauh mengenai Alterra dan Alta khususnya. Aku tidak menyangka sebelumnya bahwa interaksi dengan CEO bisa tidak berjarak seperti ini.

Setelah sesi pembukaan oleh Mas Ananto, kegiatan dilanjutkan dengan tanda tangan kontrak dan diberikan penjelasan mengenai fasilitas apa saja yang akan diberikan selama kami belajar di Alta. Saat mendengar penjelasan mengenai fasilitas tersebut aku merasa bahwa semuanya “Too good to be true”, tapi seiring perjalanan waktu aku menjalani pembelajaran di sini, aku membuktikan bahwa “It is all true”.

 

Belajar di Alta

Alta (previously Alpha Tech Academy) is a tech talent incubator that gives everyone, even non IT background, a chance to be a professional Tech Talent within 3 months.”

 Kata-kata di atas dapat kita temukan di halaman Alta yang dapat diakses di sini. Tidak ada yang berlebihan dari kata-kata tersebut, karena pada kenyataannya program Alta selesai dalam waktu 3 bulan. Selain itu, semua peserta Alta Batch 3 tidak ada yang memiliki latar belakang pendidikan IT. 3 bulan adalah waktu yang singkat, apalagi untuk mempelajari sesuatu yang biasanya butuh satu semester bahkan satu masa perkuliahan untuk menyelesaikannya. Tapi, Alta membuktikan bahwa kata-kata di atas bukan sekadar janji belaka. Sebagian besar peserta Alta Batch 3 bisa menyelesaikan programnya dan sekarang sudah bekerja sebagai tech talent profesional di Alterra.

Masa 3 bulan pembelajaran adalah masa pembelajaran yang paling intens yang pernah aku rasakan. Sebelum program dimulai, para peserta sudah mendapatkan tugas untuk mempelajari dasar-dasar algoritma dan bahasa pemrograman Python dari bahan-bahan belajar online yang sudah disediakan oleh Alta. Sepanjang minggu, kami mendapatkan materi yang diberikan oleh Subject Matter Expert (SME) yang bekerja di Alterra.

Nah, supaya materi yang diberikan lebih dipahami, para peserta selalu diberikan soal-soal latihan yang membuat kami sering pulang larut malam untuk menyelesaikannya. Di akhir minggu kami seringkali dibekali dengan tugas mengerjakan peer group project yang ditujukan bukan hanya untuk meningkatkan hardskill programming kami, tapi juga mengembangkan kemampuan softskill untuk bekerja sama dalam tim.

Untuk memastikan semua peserta memahami materi yang disampaikan, setiap minggu diadakan tes yang dinamai live code. Mirip seperti tes-tes pada umumnya, live code meminta para peserta mencari solusi untuk soal-soal yang disajikan. Perbedaannya terletak di bentuk solusi yang diharapkan para peserta hasilkan. Saat live code, para peserta diharapkan dapat membuat code yang dapat memunculkan hasil sesuai dengan harapan soal. Setiap minggu, soal yang disajikan saat live code disesuaikan dengan konteks materi yang disampaikan di minggu tersebut. Standar nilai live code cukup tinggi, yaitu para peserta diharapkan mendapatkan nilai lebih dari 80% di setiap live code-nya.

Alta menerapkan sistem eliminasi untuk menjamin para lulusannya benar-benar siap menjadi tech talent profesional. Eliminasi dilakukan setiap dua minggu dan basis penilaian terbesar diambil dari live code. Jika peserta mendapatkan nilai kurang dari 80% pada saat live code, ia akan terancam tereliminasi.

Seperti yang sudah aku singgung di awal tulisan ini, aku termasuk di antara peserta yang hampir tereliminasi di awal program Alta Batch 3 berjalan. Setelah percakapan dengan Bang Mael itulah aku bertekad untuk berusaha lebih keras untuk memahami materi. Aku mulai rutin membuat perencanaan harian dan melakukan refleksi pembelajaran setiap harinya. Aku melakukan review terhadap materi yang kudapatkan setiap hari untuk mengetahui sejauh mana pemahamanku terhadap materi yang diajarkan. Tidak jarang aku juga mengerjakan soal-soal latihan yang aku cari sendiri untuk memantapkan pemahaman dan kemampuan programming-ku.

Dari cerita yang aku sampaikan di atas, sepertinya proses pembelajaran di Alta terasa menegangkan, ya. Tapi, santai, sebenarnya tidak sama sekali. Meskipun kami sering pulang malam, kami tidak merasa tertekan melakukannya. Hal ini terjadi karena kami melakukannya secara bersama-sama. Meskipun ada salah satu teman yang sudah selesai mengerjakan tugas, ia tidak akan pulang duluan, tapi akan memberikan penjelasan tambahan pada teman lain yang masih kesulitan.

Bahkan terkadang ada SME yang nungguin sampai larut malam, seperti Mas Kamil dan Mas Vian misalnya. Mereka yang saat itu memberikan materi mengenai RESTful API tidak pulang untuk memastikan kami memahami materi dan bisa mengerjakan setiap tugas yang diberikan. Tidak jarang hal itu membuat mereka pulang di atas jam 10 malam.

 

Fasilitas di Alta

 Alta menyadari bahwa untuk membuat para pesertanya bisa bekerja secara profesional, mereka tidak hanya perlu dibekali dengan kemampuan hardskill, tapi juga perlu diajarkan kemampuan softskill yang membantu mereka untuk bisa lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan kerja yang baru. Dengan latar belakang itulah Alta menyediakan satu sesi setiap minggunya untuk materi-materi softskill yang akan berguna di tempat kerja nantinya. Selain itu, Alta menyediakan sesi konseling untuk peserta Alta untuk mengeluarkan pikiran apa pun yang mungkin bisa menghambat pembelajaran mereka.

Selain fasilitas yang sifatnya materi pembelajaran dan konseling, Alta juga memberikan fasilitas lain yang tidak kalah menunjang pembelajaran. Selama di belajar di Alta, para peserta tidak perlu memikirkan untuk mencari uang, karena Alta memberikan uang saku yang lebih dari cukup untuk makan setiap bulannya, serta uang untuk menyewa kamar kos untuk peserta Alta yang berasal dari luar Malang.

Fasilitas makanan dan minuman di Alta juga tidak kalah lengkap. Setiap pagi disediakan minimal dua toples cemilan “micin” di atas meja agar peserta bisa menyantapnya sambil mengolah materi yang disampaikan SME ataupun sambil mengerjakan tugas. Minuman instan juga selalu tersedia di dekat dispenser. Tim Office Support memastikan teh hangat selalu tersedia setiap pagi. Selain itu, tim Office Support juga membantu membelikan makanan setiap jam makan siang dan makan malam. Peserta Alta tidak perlu repot-repot beli makanan sendiri, sehingga bisa lebih fokus belajar.

Di Alterra ada budaya rutin makanan dan minuman yang berbeda setiap harinya. Hari Senin adalah hari buah, biasanya di hari itu disediakan potongan-potongan buah yang berbeda setiap minggunya. Hari selasa adalah hari roti, setiap selasa pagi disediakan beberapa bungkus roti tawar dengan selai, meses, mentega, dan keju sebagai topping-nya. Hari Rabu adalah hari susu, di hari tersebut rutin dibagikan susu dalam kemasan. Hari Kamis adalah hari jus, agak sedikit berbeda dengan hari yang lain, di hari ini jus dibagikan setiap dua minggu sekali. Hari Jumat adalah hari fritime, di hari ini biasanya dibagikan makanan cemilan yang berbeda-beda tiap minggunya.

Jadwal belajar yang padat perlu juga diimbangi dengan refreshing. Di kantor Tidar tempat program Alta berjalan, ada Escape Room yang dilengkapi dengan perangkat PS 4 agar peserta bisa melepas penat dengan bermain PS4 bersama. Permainan favorit kami adalah FIFA, karena kebanyakan peserta Alta adalah laki-laki yang senang sepak bola.

Belajar programming menuntut peserta Alta untuk menghabiskan sebagian besar harinya dengan duduk. Untuk mengimbangi kekurangan gerak ini, Alta menyediakan fasilitas olahraga di hari Sabtu pagi setiap minggunya. Sebenarnya olahraga yang bisa dilakukan setiap minggunya bisa berbeda tergantung kesepakatan peserta Alta. Tapi karena kebanyakan peserta menyenangi olahraga badminton, jadilah setiap minggu kami berolahraga badminton.

 

Lulus dari Alta

Setiap pertemuan meniscayakan adanya perpisahan. Begitu pula Alta Batch 3 yang dimulai pada bulan Juli 2019 ini sudah dipastikan akan selesai pada bulan September 2019.

Setelah dua bulan lebih aku dan teman-teman peserta lain mempelajari materi-materi dasar pemrograman, kami diminta untuk mengerjakan final project yang menjadi ajang pembuktian kemampuan programming yang kami pelajari di Alta. Kami memulai dengan pitching idea, yaitu proses pengajuan ide yang dilakukan oleh semua peserta. Peserta yang tersisa 11 dari awalnya 15 peserta diminta untuk mengajukan ide dan membuatnya dalam bentuk pitching deck. Dari 11 ide yang diajukan, akan dipilih 3 ide oleh tim Alta dengan berbagai pertimbangan. Selanjutnya peserta dibagi menjadi 3 kelompok dan akan membuat development design sesuai dengan ide yang didapatkan. Setiap pemilik ide akan menjadi product owner di setiap kelompok. Oh iya proses pengerjaan final project ini juga menjadi sarana kami mempraktikkan materi mengenai framework scrum yang juga diajarkan di Alta.

Setelah 10 hari nonstop setiap kelompok mengerjakan final project sesuai dengan development design yang dibuat sebelumnya, kami melanjutkan dengan persiapan presentasi yang dilakukan selama sekitar 2 hari. Presentasi final project di Alta Batch 3 ini agak berbeda dengan batch-batch sebelumnya, karena akan dilakukan di Jakarta.

Selain itu presentasi ini juga akan melibatkan pihak eksternal yang akan menjadi penonton. Beberapa pihak eksternal yang kuingat adalah dari Investree dan Universitas Ciputra. Meskipun sebelum presentasi kami deg-degan setengah mati, tapi kami puas dengan presentasi yang kami lakukan. Terlebih presentasi kami mendapatkan apresiasi yang baik dari semua penonton.

Setelah semua kelompok melakukan presentasi, Mbak Puspa menyatakan bahwa kami semua lulus dari Alta Batch 3 dan akan menjalani proses selanjutnya untuk bergabung dengan keluarga besar Alterra.

 

Bergabung dengan Alterra

Saat ini sudah 4 minggu aku secara resmi bergabung dengan Alterra. Aku bergabung dengan tim Merlin yang mengerjakan 3 proyek, yaitu Marble, Ibis, dan Eagle Eye. Aku tertarik bergabung dengan tim Merlin terutama karena proyek Marble. Aku yang pernah menjadi guru tertantang untuk terlibat dengan proyek yang membuat Learning Management System (LMS) yang bisa membantu untuk meng-”online”-kan proses pembelajaran yang biasanya dilakukan secara offline. Proyek Marble ini masih dalam tahap pengembangan dan membutuhkan masukan dari semua Alterrans agar bisa menjadi platform belajar yang lebih baik lagi. Jika ada  dari Alterrans yang membaca tulisan ini yang belum pernah mengakses LMS yang dibuat di proyek Marble, bisa mengaksesnya di sini. Masukan teman-teman Alterrans sangat penting untuk peningkatan kualitas Marble.

Belum banyak yang bisa aku ceritakan mengenai bekerja di Alterra karena pengalamanku di yang masih sedikit. Aku juga masih dalam proses adaptasi dengan lingkungan kerja dan teman-temanku yang baru. Satu hal yang aku rasakan di awal masa aku bekerja di Alterra adalah di sini aku terus didorong untuk mengembangkan diriku agar bisa selalu lebih baik dari sebelumnya. Masih sangat banyak yang perlu aku pelajari. Never stop learning, because we are all life long learner.

Baca Juga Artikel Alterrans Lainnya

Rizqon Sidik Maulana

Cendol Dawet

Oke jadi begini, aku akan bercerita tentang bagaimana kisahku bersama keluarga baru Alterra selama kurang lebih 5 bulan. Semuanya akan dirangkum dalam cerita pendek ini. Namaku Rizqon Sidik Maulana dan selamat membaca. Awalnya nama Alterra itu kuketahui dari teman kampus yang juga bekerja sebagai Software Engineer di Alterra, saat itu aku masih bekerja sebagai juru […]

Read More

Berat Badan Naik di Alterra? Pasti!

Beberapa orang pasti bakal terkejut atau bahkan panik jika berat badan naik secara drastis. Tidak merasa melakukan rutinitas yang berbeda dari biasanya, atau makan yang berlebihan dari minggu-minggu sebelumnya yang membuat berat badan bisa naik tiba-tiba tentu bikin kita panik.   Penyebab Berat Badan Naik  Siapa, sih, yang tidak panik ketika berat badan naik? So, […]

Read More
×

How can we help you?

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar produk atau bisnis dengan Alterra, silakan isi form di bawah ini. Kami dengan senang hati akan menjawab dan membantu Anda.