Audi Fristya | 2 Dec 2020

#RealStory Ep. 14: Kolaborasi yang Baik Menurut Evan Sujanto

Hi Alterrans,

Kita sudah sampai di bulan terakhir di tahun 2020, nih. Tahun yang berat bukan cuma untuk kamu, tapi kita semua. Salah satu tantangan yang besar adalah ketika harus bekerja di rumah terus-menerus. Mungkin lamanya WFH ini membuat kita ada yang merasa burn out atau kolaborasi timnya menurun karena tidak bertatap muka. Tenang saja, di bulan desember ini tim KAMIS berbincang mengenai value Collaboration bersama Evan Sujanto, selaku Senior Engineering Manager di Alterra.

Jadi gimana sih kolaborasi dari padangan Evan? Dan kira-kira apa sajakah yang dibutuhkan untuk menciptakan kolaborasi yang baik? Yuk, mari langsung simak perbincangan lengkapnya di sini!

__________________________________________________________________________________________________

Q: Hi Mas Evan, apa sih yang dibutuhkan untuk membuat kolaborasi yang baik?

A: Kalau menurut gue yang paling utama sebelum adanya kolaborasi itu harus ada komunikasi yang baik antar tim. Komunikasi itu yang jadi kunci, karena enggak mungkin kolaborasi tercipta tanpa adanya hal tersebut. Nah yang kedua, setiap tim wajib memiliki tujuan dan visi sehingga memiliki arah yang sama. Ketiga, salah satu yang paling penting itu harus ada trust terlebih dahulu. Setiap orang di dalam tim harus memiliki kepercayaan satu sama lain. Kalau kepercayaan sudah terbentuk, biasanya kolaborasi akan berjalan. Terakhir yang tidak kalah penting adalah toleransi. Kenapa? Karena setiap orang pasti tidak akan semua 100% sama atau setuju. Jadi kita harus punya batas toleransi dimana meskipun keadaanya tidak sesuai, kita tetap akan mau menjalankan. “Ya udah, gue akan menjalankan ini dan ini masih dalam batas toleransi gue. Gue mau menerima dan menjalankan sepenuh hati.” Itu menurut gue mindset yang penting. Kalau toleransi itu sudah tidak ada dan lo menjalankannya dengan terpaksa,  at the end yang terjadi adalah akan adanya negativitas. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Gimana cara mas Evan mengaplikasikan keempat hal tersebut untuk meningkatkan kolaborasi pada tim yang Mas pimpin?

A: Dari pas pertama kali gue masuk Alterra dan pegang tim, hal yang diutamakan gue lakukan sama mereka itu cuma satu yaitu, ngobrol dulu. Terlihat kok, ketika RPP dulu, dalam satu tim akan terlihat kalau kolaborasi sudah terbentuk, mereka akan ngobrol seperti teman. Bukan hanya tim TEC saja ya kalau dulu, termasuk tim SA, tim QE, bahkan dari PO-nya atau stakeholder ya mereka sudah ngobrol as a friend saja. Kalau sudah terjadi hal itu, gue merasa kolaborasinya sudah lebih baik dibandingkan dengan cuma satu orang yang ngobrol dan yang lain diam. Kalau gue lihat di tim masih ada yang diam, gue mencoba untuk membuka jalan supaya mereka ngobrol atau memberikan pendapat. Kolaborasi itu tidak terjadi dengan sendirinya, kolaborasi itu perlu dibentuk dan takes time

Hal yang utama dari gue adalah, lo tidak boleh takut di tim, anggap semuanya itu sama dan teman. Memberikan pendapat salah atau membuat kesalahan itu enggak apa-apa. Pada kolaborasi yang baik, ketika satu orang melakukan kesalahan menurut gue tidak akan disalahkan. Terus gimana kalau ada yang buat kesalahan? Di dalam kolaborasi yang baik, lo bisa didukung untuk belajar dan lebih baik lagi. Kesalahan itu pun diambil sebagai sebuah pelajaran bersama. 

Bahkan gue bilang ke mereka, jangan hanya ngobrol soal kerjaan. Kalau memang mau ngobrol sesuatu di luar pekerjaan ya enggak apa-apa, atau mau main game pun boleh kok–asal di luar jam kerja ya hahaha. Karena dari main bareng itu gue percaya akan mencairkan suasana. Dari situ dan obrolan yang sudah mulai terbuka, mulai deh istilahnya bisa saling mempercayai satu sama lain. “Oh gue tahu nih si A seperti ini,jadi gue harus gini untuk menghadapi dia.” 

Sebagai makhluk sosial kan kita butuh berkomunikasi, dan setiap orang itu enggak sama. Setelah itu akan terbentuk trust-nya. Kalau kepercayaan sudah terbentuk, gue jamin kolaborasinya akan jauh lebih baik. Makanya gue selalu bilang dalam sebuah tim, transparansi itu penting. Tidak usah takut kalau merasa enggak bisa, cerita saja. Karena dimanapun sebagai sebuah tim, kita enggak mungkin meninggalkan satu orang di belakang. Ketika ada satu orang yang ketinggalan, ayo kita bantu, kita jalan sama-sama dan raih pencapaian sama-sama. Sebisa mungkin kita harus berhenti sesaat dan bantu dia supaya bisa lari sama-sama. 

Visi gue itu selalu mau menciptakan tim yang kompak, kenapa? Karena gue pernah mengalaminya dulu di tempat sebelumnya. Dulu gue bisa bilang tim gue itu termasuk tim yang kompak. Jadi ketika kita dikasih pekerjaan, seberat apapun pekerjaan itu, kita menjalaninya dengan happy. Karena kita tahu kita enggak sendirian, ada teman-teman kita yang selalu mendukung kita di belakang. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Nah tadi Mas bilang semua diawali dengan ngobrol, tapi ketika itu peer to peer mungkin akan lebih mudah.. Tapi ketika ke atasan, pasti tetap ada gap. Gimana cara Mas Evan membawa diri ke tim sebagai seorang leader yang approachable?

A: Gue selalu menekankan ke tim, jangan ada yang namanya atasan dan bawahan, karena kita semua sama. Jadi misal lo lihat gue sebagai Evan as a manager, ya itu hanya jabatan dan tanggung jawab gue secara kerjaan. Secara manusia kita sama kok, buktinya kita sama-sama makan nasi haha. Makanya gue selalu bilang, jabatan itu sifatnya sementara. Mungkin di Alterra dipercayakan sebagai manajer, tapi selanjutnya? Bisa jadi lo jadi atasan gue. 

Jadi yang paling penting itu friendship, karena friendship itu forever. Gue selalu bilang ke tim kalau ada masalah cerita ke gue, kapan pun boleh. Karena gue always open, istilahnya ketika kalian butuh sesuatu, mau ngobrolin sesuatu, gue akan selalu menyediakan waktu untuk itu. Gue juga menyediakan waktu untuk meeting atau ngobrol dengan semua yang ada di tim gue. Tapi yang membuat gue senang, ternyata leader di tim gue juga melakukan hal yang sama ke timnya. Gue sering bertanya, apakah mereka takut kepada leader-nya atau ke gue sendiri? Menurut gue itu penting karena ketika sudah ada rasa takut, akan timbul gap. Ketika ada gap, berarti trust belum kebentuk dan kolaborasi akan susah terbentuk. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Oke selanjutnya, sebagai seorang leader apa yang Mas Evan lakukan kalau di tim ada yang tidak sejalan? Misal ada perbedaan pendapat, dan lain-lain. 

A: Itu yang gue bilang, kita perlu ada yang namanya toleransi. Di dalam kolaborasi yang dibentuk pasti ada perbedaan. Tapi kalau ada satu orang yang arahnya sudah berbeda banget, maka gue perlu membentuk tim baru lagi yang mungkin cocok dengan style-nya dia. Karena menurut gue paling penting itu visinya yang sama, berartinya intinya mesti sejalan kan. Tapi kalau enggak, berarti gue harus membentuk sesuatu yang baru, entah restructuring, atau membentuk tim baru untuk orang tersebut. Karena balik lagi, kolaborasi itu cocok-cocokan ya. Gue bisa saja cocok dengan kolaborasi di satu tim ini, tapi bisa jadi di tim lain gue kurang cocok. Setiap orang kan memiliki sifat yang berbeda-beda. Tapi gue percaya satu hal, kita sebagai makhluk sosial, sudah pasti membutuhkan bantuan orang lain. Kita enggak bisa hidup sendiri dan kita harus mencari sebuah environment yang nyaman untuk bisa berkolaborasi. 

Gue juga percaya, setiap orang punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Istilahnya kalau lo kasih orang yang “kurang bagus” ke gue, ya gue akan usahakan untuk memoles dia jadi emas, itu prinsip gue dari dulu. Makanya gue selalu bilang ke tim, ketika misal ada orang baru yang masuk dan kalian merasa “Wah si ini enggak cocok, nih,” Gue tekankan, tugas kita bukan complain sebenarnya, yang jadi tugas kita adalah “Yuk bantu sama-sama, biar dia bisa jadi yang baik.” Tugas gue itu meng-encourage teman-teman untuk bisa membantu sesama tim member dan maju bersama.

__________________________________________________________________________________________________

Q: Dalam sebuah kolaborasi biasanya ada saling back up. Tapi selalu ada tim member yang menjadi “yes man”, padahal ia pun sudah kewalahan dengan pekerjaannya. Menurut mas Evan is it okay to say no?

A: Menurut gue sebenarnya untuk berkata tidak itu, enggak masalah. Kolaborasi itu gue anggap sebagai bola yang berputar. Kalau kolaborasi itu berjalan dengan baik, dia akan jalan dengan sendirinya. Komunikasi di dalam pun sudah bagus, mereka akan saling melengkapi. Suatu saat kalau ada yang bilang “Eh gue butuh bantuan, nih.” lalu ada yang bales dengan “Wah gue lagi sibuk juga.” Ya it’s okay to say no, kenapa? Karena ketika kita bilang no, bukan berarti berhenti sampai di situ. Tapi ketika kita bilang no, ya artinya, “Gue belum bisa bantu lo sekarang, tapi yuk kita cari solusi lain supaya kita bisa achieve target bersama.” 

Gue seneng dengan Simon Sinek, dan dia salah satu yg menginspirasi gue juga. Anyway gue tahu Simon Sinek ini juga dari salah satu leader gue. Gue senang kata-kata dia yang jangan fokus di masalahnya, tapi fokus mencari solusinya. Kata beliau juga, kita itu playing the infinite game. Jadi enggak ada yang namanya menang atau kalah, adanya hanya tertinggal atau lebih unggul, ketika kita tertinggal kita harus terus meng-improve dan mengejar ketertinggalan.

Menurut gue di company ini pun sama, people come and go. Namanya people come and go, ketika kolaborasi sudah bagus tapi ada orang baru masuk atau orang keluar, bisa jadi berubah. That’s why infinite game itu menurut gue penting, dan kita harus punya mindset  never ending improvement. Dan yang enggak kalah penting ya transparansi dan komunikasi. Makanya ketika di tim ada yang bilang “Oh kok gue rasanya enggak cocok ya sama dia,” yuk kita adakan retro yuk. Tujuannya untuk apa? Ya dari situ biasanya kita bisa saling jujur-jujuran secara dua arah. 

Dari situ akan terlihat bisa sejalan atau tidak, kalau memang tidak bisa sejalan mau tidak mau ya harus dipisah. Biasanya dari retro juga ketahuan “Oh reason dia seperti itu,” Nah setelahnya gimana toleransi gue untuk memaklumi dia seperti itu. Karena sometimes ketika lo buat kesalahan dan lo notice, itu bagus, tapi kalau misalnya itu sifatnya kita–ya sifat itu kalau mau dirubah susah banget kan–itu akan take time dan balik lagi kita mau merubahnya atau enggak. 

__________________________________________________________________________________________________

Q: Jadi menurut mas Evan, dilakukannya retro itu penting ya?

A: Menurut gue penting, ya karena openness itu datangnya dari retro. Sometimes ketika kita enggak suka yang terjadi adalah kita mengeluh di belakang. Nah yang pentingnya adalah menurut gue ketika kita enggak suka ya, kita harus kasih tahu. Makanya dulu pas Ananto bilang soal constructive feedback, itu menurut gue bagus banget. Memang itu adalah hal yang susah, apalagi kalau kita sudah teman dekat akan lebih susah. Tapi kalau itu sudah terbiasa dan terjadi, menurut gue akan lebih baik sih.

__________________________________________________________________________________________________

Q: Terakhir nih, apa saran mas Evan untuk Alterrans mengenai value Collaboration ini?

A: Menurut gue kolaborasi itu salah satu hal yang paling penting, karena kita enggak bisa melakukan semuanya sendirian. Semakin berkembang bisnis atau sistem yg kita punya, kita membutuhkan bantuan dari pihak lain. That’s why teamwork dan kolaborasi itu penting. Saran paling penting untuk menerapkan kolaborasi harus dimulai dengan komunikasi. Jangan lupakan komunikasi, always cerita khususnya ketika ada masalah. Openness itu penting dan patut diingat kita juga enggak boleh gengsi untuk mengakui kalau kita perlu bantuan. Gue sih pengen semua Alterrans punya mindset, keep focus on the solution not the problem. Ketika mencari solusi itu, mungkin kalian membutuhkan bantuan dari pihak-pihak lain, dan itu enggak apa-apa. Kalian harus berani bertanya dan jangan takut untuk meminta bantuan, karena kita semua pasti akan membantu. 

Kolaborasi yang bagus itu ketika kita saling support satu sama lain, tidak saling menyalahkan, dan mencari solusi untuk mencapai tujuan bersama. Ada satu kalimat dari Michael Jordan yang selalu gue inget “Talent wins games, but teamwork and intelligence win championships”. Ini yang menginspirasi gue, dan gue percaya the power of collaboration dan teamwork.

__________________________________________________________________________________________________

Hm… jadi itu ya yang dibutuhkan untuk membentuk kolaborasi yang baik. Kira-kira Alterrans sudah melakukannya belum? Kalau belum, yuk mari kita belajar sama-sama untuk membentuk kolaborasi yang baik di Alterra tercinta ini. Semoga kedepannya, kolaborasi kita semakin baik ya..

Sampai bertemu di #RealStory episode selanjutnya!

Baca Juga Artikel Alterrans Lainnya

#RealStory Ep.13: Belajar Customer Focus Bersama Ibu Peri

Hello Alterrans, Surprise surprise kita sudah punya episode terbaru dari #RealStory lagi nih! Kali ini wawancara dilakukan bersama tak lain dan tak bukan adalah Ibu Perinya Alterra!! Siapa nih yang sudah menunggu-nunggu episode kali ini? Simak langsung yuk wawancara full-nya! ________________________________________________________________________________________________________ Q: Mba Puspa selalu berhasil mengkomunikasikan sesuatu dengan cara yang positif. Komunikasi juga jadi hal […]

Read More

#RealStory Ep.12: Inovasi dari Mata Yosua Hotma

Hi Alterrans, Kembali lagi di #RealStory episode terbaru. Apakah kamu tahu bahwa setiap tanggal 1 November, Indonesia memeringati hari Inovasi nasional? Nah, untuk itu tim KAMIS pun memilih value Innovation untuk dibahas pada episode ke-12 ini. Kali ini, nara sumbernya adalah our Head of CEO Office, Mas Yosua Hotma. Ada berbagai cerita menarik yang sepertinya sayang kalau dilewatkan. […]

Read More
×

How can we help you?

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar produk atau bisnis dengan Alterra, silakan isi form di bawah ini. Kami dengan senang hati akan menjawab dan membantu Anda.