Fikri Amri | 18 Nov 2019

Cerita dari Penulis Pemula

“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” – Pramoedya Ananta Toer

Kutipan di atas sudah aku kenal, mungkin sejak duduk di bangku perkuliahan. Saat ini di tempat kerja aku bertemu dengan kutipan itu lagi dan mengingatkanku pada niat yang sudah betahun-tahun kupupuk tapi tak juga memunculkan tunas. Sudah lama aku memiliki keinginan untuk membangun kebiasaan menulis dan membagikan tulisanku, tapi sampai saat ini aku belum berhasil melakukannya secara konsisten. Beberapa tulisan berhasil kutulis, kubagikan di media sosialku.

Tapi, seringkali aku kurang merasa puas dengan hasil tulisanku, lalu aku merasa tidak berbakat menulis, dan akhirnya tidak melanjutkan menulis. Sekarang aku sadar jika bakat itu overrated, dan yang bisa membuat tulisanku lebih baik adalah kerja keras dan konsistensi dalam membuat tulisan. Oleh karena itu, dengan tulisan ini aku ingin memulai rutinitas menulis dan membagikannya secara konsisten.

Sebenarnya, niat menulis yang kupupuk tidak sepenuhnya gagal tumbuh. Ada tunas yang muncul, meskipun bukan tunas yang benar-benar aku harapkan. Sejak kurang lebih tiga bulan ini aku mulai rutin menuliskan pikiran serta pengalamanku. Tapi, tulisan yang aku hasilkan hanya untuk konsumsi diriku sendiri. Aku terlalu tidak percaya diri untuk membagikan tulisanku, karena aku berpikir bahwa tulisanku belum terstruktur dengan baik dan mungkin belum bisa dipahami dengan mudah oleh sebagian besar orang.

Belakangan, niatku untuk menulis semakin menggebu. Pemicunya adalah keinginanku untuk membagikan ide-ide menarik yang aku dapatkan dari buku yang kubaca. Aku adalah orang yang sangat senang mengobrol. Aku bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk membicarakan hal-hal yang menurutku menarik yang kebanyakan berkaitan dengan ide-ide self development.

Sehingga, saat aku ingin membagikan ide-ide yang aku miliki, aku lebih senang menggunakan kegiatan mengobrol sebagai medianya. Sayangnya, semakin hari semakin sulit saja untuk menemukan orang yang bisa cocok mengobrolkan ide-ide tersebut. Oleh karena itu, sekarang aku akan menggunakan media tulisan untuk membagikan ide-ideku.

Aku sangat senang sekali berbagi hal-hal yang kupelajari pada siapapun. Alasannya utamanya adalah karena aku bisa jadi lebih cepat memahami apapun saat aku menjelaskannya pada orang lain. Saat memberikan penjelasan, sering juga aku mendapatkan hal-hal yang sebelumnya tidak terpikir saat pertama kali mempelajarinya. Untuk tujuan itulah sebenarnya tulisan ini dan tulisan-tulisanku selanjutnya kubuat.

Agar ide yang ingin aku sampaikan lebih mudah dipahami pembaca, aku perlu melakukan tahapan-tahapan yang perlu dilakukan untuk membuat tulisan yang baik. Sebelumnya aku tidak pernah mengetahui tahapan seperti apa yang aku butuhkan untuk membuat sebuah tulisan. Setelah melakukan sedikit riset secara online aku menemukan 5 tahap yang perlu dilakukan. Seperti yang sudah kujelaskan di paragraf sebelumnya bahwa aku menulis untuk membantuku lebih paham, tulisan ini kubuat juga untuk membantuku lebih memahami tahapan-tahapan menulis tersebut.

Berdasarkan sumber yang aku baca, ada 5 tahap yang perlu dilakukan untuk membuat sebuah tulisan. Tahapan tersebut di antaranya adalah pre-writing, drafting, revising, editing, dan publishing. Selanjutnya aku akan membahas tahap-tahap tersebut satu persatu.

Pre-writing

Sesuai namanya, tahap ini dilakukan sebelum proses menulis dilakukan. Tahap ini adalah bagian perencanaan yang menentukan kerangka tulisan yang akan kita buat. Pada tahap ini kita perlu menentukan ide utama yang ingin kita sampaikan pada tulisan yang akan kita buat. Ide utama tersebut selanjutnya akan kita kembangkan menjadi outline yang akan memandu tulisan kita agar tidak melebar ke mana-mana.

Proses pengembangan ide utama bisa dilakukan dengan cara brainstorming. Kita bisa menggunakan metode apapun dalam membuat outline ini. Ada beberapa alternatif metode yang bisa dilakukan di antaranya adalah membuat list dan membuat mind map. Dengan melakukan tahap ini, kita juga jadi bisa mengidentifikasi hal-hal yang sudah kita ketahui dan hal-hal yang mungkin perlu kita cari tahu lagi untuk melengkapi tulisan kita.

Alasan aku sering kurang puas dengan hasil tulisan yang kubuat adalah pikiranku yang sering loncat-loncat. Akibatnya tulisan yang kubuat seringkali melebar ke mana-mana. Dengan melakukan tahapan pre-writing ini aku merasa bisa lebih konsisten menulis sesuai dengan ide utama yang sudah kutentukan. Tapi, jika kalian merasa ada bagian terlalu melebar, jangan ragu untuk mengingatkanku ya.

Drafting

Tulisan pertama yang kita kembangkan dari outline biasa disebut sebagai draft. Tulisan tersebut seringkali masih belum layak untuk dipublikasikan. Jangan khawatir, karena memang biasanya seperti itu. Draft tidak perlu sempurna. Tulis apapun hal yang muncul di kepala yang masih berkaitan dengan ide utama. Fokus pada konten tulisan, pastikan jika ide yang ingin kita sampaikan jelas dan mudah dimengerti.

Tujuan melakukan drafting adalah mengembangkan tulisan berdasarkan outline yang dibuat sebelumnya. Outline digunakan sebagai acuan, tapi bukan berarti tidak boleh diubah.

Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh penulis pemula (termasuk aku) adalah berpikir bahwa saat pertama kali kita menulis, kita bisa membuat sebuah tulisan yang berkualitas sekali duduk. Tahap drafting membutuhkan waktu, tidak perlu terburu-buru mengerjakannya.

Pada saat menulis draft kita juga tidak perlu terlalu memikirkan struktur kalimat dan tata bahasa. Bagian ini bisa kita kerjakan di tahap selanjutnya.

Revising

Setelah membuat draft, kita mungkin ingin menyimpan naskah yang kita tulis sehari atau dua hari, sebelum melanjutkan ke tahap selanjutnya. Alasan kita perlu mengambil jeda sebelum melakukan tahap revising adalah agar kita memiliki pandangan yang lebih objektif saat merevisi draft. Pada bagian ini kita melakukan penilaian pada draft yang kita buat, apakah draft tersebut sudah sesuai dengan tujuan penulisan kita. Dalam melakukan revisi, kita bisa menggunakan pertanyaan sebagai panduan.

Beberapa pertanyaan yang bisa kita ajukan di antaranya:

  • Apakah penjelasan yang diberikan terlalu umum atau malah terlalu spesifik sehingga sulit dipahami pembaca?
  • Apakah transisi setiap bagian cukup baik untuk pembaca bisa memahami jalan pikiran penulis?
  • Apakah kalimat yang saya gunakan efektif untuk menjelaskan ide yang saya maksud?
  • Apakah tulisan yang saya buat sudah sesuai dengan format yang ditentukan? (Apabila ada format tertentu yang perlu diikuti)

Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut akan menentukan apa yang akan kita lakukan selanjutnya di tahap ini. Apakah mengubah urutan kalimat, menambahkan outline, atau malah menulis ulang semuanya.

Editing

Tahap yang perlu dilakukan setelah proses revising adalah proses editing. Hampir sama dengan proses revising, proses editing merupakan proses yang bertujuan untuk memperbaiki tulisan agar layak dipublikasikan. Perbedaan terletak di detail perbaikan yang dilakukan. Pada tahap ini, perbaikan yang dilakukan fokus pada tata bahasa seperti tanda baca, huruf kapital, imbuhan, dan lain sebagainya.

Level perbaikan yang dilakukan untuk setiap tulisan bisa jadi berbeda, karena terkait dengan target pembaca yang ingin disasar. Jika pembaca yang di target adalah khalayak umum yang biasa membaca artikel dengan gaya penulisan yang santai, maka standar yang digunakan tidak perlu terlalu ketat, yang penting masih dapat dipahami oleh pembaca. Artikel-artikel di mojok.co adalah contoh tulisan yang standar tata bahasanya sangat santai. Tidak mengherankan jika kita menemukan artikel yang gaya bertuturnya seperti di chat media sosial, lengkap dengan “hahaha” dan “wkwkwk”-nya.

Namun, jika sasaran pembaca kita adalah orang yang lebih formal, maka kita perlu menggunakan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI) sebagai standar tata bahasa. Di buku pedoman tersebut lengkap dijelaskan dari mulai penggunaan huruf kapital, tanda baca, sampai dengan imbuhan. Jika mau belajar mengenai PUEBI ini sambil tetap bermedia sosial, coba follow akun Twitter dan Instagram Ivan Lanin. Ia sering membahas tata bahasa yang seharusnya digunakan dalam tulisan formal.

Publish

Tahap terakhir setelah kita yakin bahwa tulisan yang kita buat sudah cukup mencapai tujuan penulisan kita adalah publish. Dengan mempublikasikan tulisan yang kita buat, kita bisa membagikan ide pemikiran kita ke khalayak yang lebih luas. Selain itu, kita juga mungkin akan mendapatkan saran dan masukan untuk mengembangkan kemampuan menulis kita ataupun tantangan terhadap ide pemikiran kita.

Keberadaan internet saat ini semakin memudahkan kita untuk mempublikasikan tulisan kita di manapun. Kita bisa membagikannya di media sosial ataupun blog yang kita miliki. Atau kita bisa juga mengirimkannya ke media yang memang menampilkan artikel-artikel dari penulis lepas seperti mojok.co.

Dalam membuat tulisan ini, aku juga berusaha mengikuti tahapan penulisan yang kujelaskan di atas. Menariknya, saat proses pre-writing aku malah mendapatkan ide untuk membuat template yang bisa digunakan untuk mengikuti tahapan tersebut. Template tersebut aku lengkapi dengan 5W+1H (Why, Who, When, Where, What, dan How) untuk membantu proses perencanaan. Jika tertarik untuk melihat template yang aku buat, bisa buka tautan ini.

Di template tersebut aku masukan proses penulisan tulisan ini untuk membantu memahami cara penggunaan template. Jika kamu ingin menggunakannya untuk proses penulisanmu, kamu bisa mengklik tombol “File” lalu klik tombol “Make a Copy”.

Setelah aku membuat tulisan ini dan kamu membacanya, semoga kita bisa membuat tulisan dengan lebih baik dan konsisten. Jika ingin melihat sumber asli tahapan-tahapan menulis yang aku jelaskan di atas, bisa buka tautan ini.

Baca Juga Artikel Alterrans Lainnya

Kerja Sambil Belajar itu Asyik Lho!

Halo Alterrans, perkenalkan nama saya Sri Rahayu, biasa dipanggil Ayu. Saya bergabung di divisi Product and Digital Marketing sebagai Product Data Analyst sejak bulan Januari 2019. Sebelum bergabung di Alterra, informasi paling banyak yang saya dapat ialah Alterra merupakan tempat kerja yang lingkungannya nyaman dan kondusif untuk berkembang. Benar enggak ya? Hehe. Nah, di artikel […]

Read More

The Probations

Hi Alterrans, Kerjaan baru? kantor baru? masih trainee dong? Ya, hampir semua perusahaan menerapkan “probation period” atau “masa percobaan kerja” yang berlaku untuk karyawan baru. Alterra salah satunya. Tentu saja tujuannya adalah mengevaluasi kinerja dan performa karyawan baru tersebut. Bagi para Alterrans baru, “probation period” akan terasa berat, perasaan seperti canggung, rendah diri, sulit beradaptasi, […]

Read More
×

How can we help you?

Jika Anda memiliki pertanyaan seputar produk atau bisnis dengan Alterra, silakan isi form di bawah ini. Kami dengan senang hati akan menjawab dan membantu Anda.